INVIEW.ID ACEH SELATAN - Sebagai lembaga yang membidangi tentang keislaman di Aceh terkhusus pada Kabupaten Aceh Selatan, hendaknya MPU menjadi tempat perkumpulan para alim ulama atau tokoh cendikiawan muslim dari berbagai ormas Islam yang paham tentang seluk beluk persoalan ummat.
Keberagaman anggota MPU Aceh Selatan dari berbagai Ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, Perti Dll ini menjadi keharusan yang akan mewarnai diskusi keummatan di tubuh MPU Aceh Selatan.
Pandangan-pandangan persoalan keummatan ini pasti sangat luas jika keanggotan MPU itu tidak hanya terdiri dari satu kelompok atau ormas Islam saja.
Jika anggota MPU Aceh Selatan itu berasal dari latar belakang ormas Islam yang berbeda, tentu dalam merumuskan suatu permasalahan ummat dapat didiskusikan dan diramu dengan sangat bijak karna berasal dari berbagai sudut pandang kemaslahatan.
Kalau kita merujuk pada qanun Aceh No 2 THN 2009 tentang MPU, maka secara umum memang tidak disebutkan harus ada keterwakilan berbagai ormas islam namun secara detail juga tidak disebutkan harus aliran ormas tertentu.
Akan tetapi karna lembaga MPU ini sebagai tempat berhimpunnya para ulama dan cendikiawan muslim, maka sudah sepatutnya keanggotan MPU terdiri dari beberapa ormas Islam.
Syarat yang di sampaikan oleh sekjend Tastafi Aceh Selatan mengenai mampu membaca kitab kuning itu bukan suatu masalah besar, walaupun tidak diatur dalam qanun hanya saja diatur dalam tatib begitu katanya.
Walaupun idealnya isi tatib itu adalah turunan yang merujuk pada qanun dan tidak boleh bertentangan dengan qanunnya.
Pada pasal 30 qanun Aceh No 2 THN 2009 tentang MPU, tidak disebutkan syarat menjadi anggota MPU wajib bisa membaca kitab kuning, yang ada hanya mampu memahami ajaran Islam dari sumbernya yang asli.
Kami rasa semua kader-kader terbaik ormas Islam di Aceh Selatan yang menjadi suluh sebagai pencerah ummat dapat membaca kitab kuning dengan baik, karna latar belakang guru-guru kita juga beragam, mulai dari pesantren dalam daerah hingga kuliyah dengan jurusan yang berfokus pada Ke-Islaman pada universitas terkemuka di timur tengah.
Jadi mengenai mampu membaca kitab kuning itu tidak perlu diumbar-umbar sehingga seolah-olah kader-kader terbaik ormas Islam besar di Indonesia ini tidak mampu akan hal itu.
Kami juga meminta kepada Bupati Aceh Selatan agar memperhatikan keterwakilan Ormas Islam di dalam MPU Aceh selatan agar jangan terkesan adanya dikotomi organisasi keagamaan di tubuh MPU Aceh Selatan.
Kita juga meminta keterbukaan sistem pencalonan anggota MPU di Aceh Selatan yang selama ini terkesan agak tertutup. Kita minta sistem penjaringan (seleksi) keanggotaan MPU dan Musyda lebih terbuka dan transparan tanpa adanya manuver-manuver yg berorientasi untuk merangkul kelompok tertentu saja dalam tubuh MPU Aceh Selatan.
Kalaulah kedepan anggota MPU Aceh Selatan itu terdiri dari latar belakang berbagai Ormas Islam, maka akan sangat membantu Bupati dalam mewujudkan Aceh Selatan Maju dan Produktif dalam bidang keummatan.(**)