Oleh: Siti Sofiah Rahmawati, S. Sos
(Mahasiswa S2 MD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
OPINI - KH. M. Sofyan Damiri atau banyak orang memanggilnya Sofyan merupakan salah satu tokoh masyarakat yang ada di Cibadak, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Lahir di Sukabumi, pada 15 Mei 1959 dengan sepuluh bersaudara, istrinya bernama Siti Rohmah Sofyan dan mereka memiliki tiga anak.
Pepatah mengatakan bak buah jatuh tak jauh dari pohonnya, ayahanda dari KH. M. Sofyan Damiri adalah KM. Damanhuri yang merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia yang dipilih menjadi ketua Hizbullah wilayah Sukabumi. Dan membangun PGA (Pendidikan Guru Agama) PUI yang sekarang menjadi Yayasan Perguruan Islam (Mts/MA/Pondok Pesantren) Al-Hidayah Cibadak.
Dengan latar belakang tersebut dan didikan dari orang tua untuk menjadi pendakwah dan pemimpin, menjadikan Sofyan Damiri seperti sekarang ini. Hal ini membuat beliau aktif berorganisasi dan berdakwah. Pendidikan awalnya dimulai dari pondok pesantren di Al-Masthuriyah Sukabumi selama enam tahun dan dilanjutkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur selama 5 tahun. Disinilah peran kiai sangat berpengaruh terhadap jiwa kepemimpinan santri. Beliau melihat gaya kepemimpinan dari KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdurrahman Wahid yang dikenal dengan toleransinya.
Selama pesantren, beliau aktif dalam berorganisasi. Di MA Al-Masthuriyah menjabat sebagai Sekretaris OSIS, di Tebu Ireng sebagai Sekretaris HISPA (Himpunan Santri Pasundan) dan Sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas Syari'ah di Universitas Hasyim Asy’ari. Dengan pengalaman organisasi dapat menjadikannya bekal di kehidupan kedepan.
Ketika pesantren beliau mendalami ilmu agama Islam, seperti Al-Qur’an, Hadits dan kitab-kitab kuning karangan kyai. Ilmu agama tersebut sangat bermanfaat dalam menjawab keresahan, masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang ada di masyarakat. Karena beliau ketika ada permasalahan solusinya dikembalikan kepada Al-Qur’an, Hadis dan Ijma ulama.
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Sofyan Damiri aktif terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan dan pendidikan. Dalam bidang pendidikan beliau pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah dan saat ini sebagai Ketua Yayasan Perguruan Islam Al-Hidayah Cibadak. Selain itu, salah satu peran utamanya adalah sebagai anggota dan kemudian menjadi ketua MUI, organisasi yang berperan penting dalam mengemban tanggung jawab fatwa, penyuluhan agama, dan menjaga keberagaman dalam masyarakat yang ada di wilayah Sukabumi khususnya Cibadak. Sukabumi merupakan wilayah Kabupaten terluas ke dua di Pulau Jawa. Sehingga membuat masyarakatnya cukup dinamis.
Sebagai pemimpin di MUI, Sofyan Damiri telah berkontribusi dalam merumuskan kebijakan dan fatwa-fatwa Islam yang relevan dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Dia juga aktif dalam menyuarakan perspektif Islam terhadap isu-isu kontemporer, seperti masalah-masalah ekonomi, politik, dan sosial.
Setiap hari pasti ada saja yang berkunjung ke rumah atau mendatangi beliau untuk sekedar berdiskusi maupun menyelesaikan masalah keagamaan. Seperti perbedaan mengenai qunut atau tidak, pernah ada indikasi penyebaran aliran sesat dan lain sebagainya. Menyikapi hal tersebut, beliau hadapi dengan diskusi dan mendengarkan argumentasi lalu mencari solusinya.
Semboyan yang selalu digaungkan oleh beliau adalah “TIDAK KEMANA-MANA, TAPI ADA DIMANA-MANA.” Maksud dari pernyataan tersebut adalah beliau tidak fanatik dan condong kemanapun namun dapat di terima di kalangan manapun. Karena yang berbahaya saat ini adalah setiap organisasi merasa dirinya paling benar dan selalu menyalahkan orang lain, itu yang berbahaya. Maka dari itu, dari awal menjabat sampai saat ini semboyan tersebut digunakan agar tidak memecah belah umat.
Menurut beliau, memimpin di MUI adalah salah satu bentuk pengabdiannya dan sarana berdakwah kepada masyarakat. Selama menjabat tidak pernah ada pertikaian antara yang berbeda pemahaman, justru saling toleransi dan menghargai dengan adanya perbedaan tersebut. Karena beliau selalu menyikapinya dengan santai dan dapat merangkul semua kalangan. Sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa di kucilkan.
“Selama saya menjabat, Alhamdulillah tidak pernah ada musuh dan yang membenci. Karena saya merangkul semuanya, bisa masuk ke kalangan mana pun tanpa ada pihak yang disakiti dan tersakiti. Ketika ada perbedaan pemahaman, saya cukup duduk bareng dan musyawarah dengan mereka. Allah pun telah mengajarkan kita untuk toleransi dan musyawarah.” Imbuhnya.
Menjabat selama 25 tahun sebagai Ketua MUI Cibadak yang dipilih berdasarkan hasil musyawarah disana dan tidak ada paksaan dari siapapun. Membuatnya cukup kenyang dalam mengemban amanahnya. Saat ini beliau hanya aktif menjadi Ketua YPI Al-Hidayah Cibadak, Wakil Syuriah PC NU Kab. Sukabumi dan berdakwah ke berbagai majelis taklim.
Menurut beliau, sebetulnya pemimpin tidak harus memimpin di sebuah organisasi atau ruang lingkup yang luas. Cukup dimulai dengan memimpin diri sendiri, memunculkan sikap toleransi kepada orang lain dan menghargai. Sebagaimana dalam firman Allah SWT. Bahwasannya setiap manusia di bumi ini adalah khalifah atau pemimpin.
Secara keseluruhan, KH. M. Sofyan Damiri dikenal sebagai seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh dan berdedikasi dalam menjalankan tugas keagamaannya, terutama dalam konteks kerja sama antarumat beragama dan peningkatan pemahaman Islam yang moderat dan inklusif serta dapat menginspirasi orang lain.{**}