Menu Atas

Iklan

Iklan- Scroll ke bawah untuk melanjutkan

,

Sebuah Refleksi : “Cak Nur & Sekularisasi”

Indonesia View
Sabtu, 10/14/2023 WIB Last Updated 2023-10-14T15:08:07Z

 

Foto: Anan Mujahid

Oleh: Anan Mujahid*

INVIEW.ID | Opini - Dalam khazanah pemikiran di indonesia, Nurcholish madjid (Cak nur) merupakan salah satu tokoh intelektual yang sangat berpengaruh di Indonesia dengan karya-karya besarnya. Ia lahir pada 17 Maret 1939 di Mojoanyar, jombang, jawa timur. Cak Nur tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial yang agamis dan lingkungan pendidikan yang kondusif. Dengan menyelesaikan pendidikan di Pondok Darul Ulum (Jombang, 1955) dan Darussalam Pondok Modern Gontor (Ponorogo, 1960).


Dari tradisi pondok pesantren, ia mulai membangun fondasi dan basis intelektualnya sehingga dapat menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Kemudian, melanjutkan studinya ke Fakultas Adab IAIN Jakarta (Sekarang UIN Syarif Hidayatullah). Saat menjadi mahasiswa, ia berkiprah dalam organisasi Himpunan mahasiswa Islam (HMI) dan menjadi ketua umum PB selama dua periode. Selain itu, sumbangsih pemikiran terbesarnya bagi HMI ialah Nilai-nilai dasar perjuangan (NDP) yang dijadikan sebagai landasan & spirit perjuangan HMI, sampai saat ini. 


Pada tahun 1970-an, Cak nur mempresentasikan salah satu karyanya di Taman Ismail marzuki yang membahas tentang “Keharusan Pembaharuan pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”. Hal tersebut, dilatarbelakangi oleh kegelisahannya melihat kebuntuan pemikiran umat Islam di Indonesia dan hilangnya kekuatan daya dobrak psikologis dalam perjuangan mereka, sehingga tidak bisa membedakan bahkan menempatkan hal-hal yang bersifat transenden dan temporal. Maka, ia menginginkan pembaharuan pemikiran agar umat islam di indonesia menjadi progresif.


Salah satu gagasan yang ditawarkan Cak nur dalam pembaharuan pemikiran islam adalah “Sekularisasi”. Sehingga, muncul beragam kritikan yang menanggap bahwa sekularisasi dapat menjadi hal yang berbahaya bagi akidah umat Islam karena merupakan gagasan yang berasal dari Barat. Selain itu, ide sekularisasi dianggap memisahkan dunia dan akhirat. Lalu secara tegas mengatakan Islam tidak mengenal konsep tersebut.


Akan tetapi, sekularisasi menurut Cak nur tidaklah bermaksud sebagai penerapan sekularisme dan mengubah umat Islam. Namun, yang dimaksudkan ialah agar umat Islam menduaniawikan sesuatu yang mestinya bersifat duniawi, dan melepaskan kecenderungan untuk mengukhrawikan-nya.


Hal tersebut didasari oleh pemahamannya terhadap prinsip mendasar dalam Islam, yaitu tauhid dan manusia sebagai pemimpin/khalifah. Dalam artian, bahwa Allah yang harus ditransendenkan dan memiliki kebenaran mutlak sebagai konsekuensi dari pemahaman tauhid. Maka umat Islam seharusnya memandang persoalan keduniaan yang temporal (sosial, politik, kultural) seperti apa adanya. Karena, memandang segala sesuatu yang ada di dunia dengan cara pandang transenden secara teologis dapat dianggap sebagi sesuatu yang menentang prinsip monoteisme Islam.


Olehnya itu, dapat dipahami bahwa sekularisasi yang dimaksud Cak nur ialah pembebasan manusia dengan pemutlakan transendensi hanya kepada Tuhan. Dalam artian, tidak ada pemisahan antara seperti konsep sekularisme dan hal yang dimaksud ialah bentuk proses pembebasan. Sebab, sakralisasi kepada sesuatu selain Tuhan itulah yang pada hakikatnya dinamakan syirik (lawan tauhid). Maka, sekularisasi harus memperoleh makna yang konkret, yaitu desakralisasi terhadap segala sesuatu. Selain hal yang benar-benar bersifat Ilahiah (transendental).[]


*) Penulis Merupakan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong - Papua