Pada tanggal 31 Mei 2007, di sudut kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, muncul sebuah warung makanan khas Aceh yang akrab dipanggil "warung pagi-sore". Tempat ini menjadi tempat berkumpulnya orang-orang asal Aceh yang menikmati suasana kental Aceh yang terasa begitu autentik.
Dari warung sederhana inilah cerita menarik dimulai. Suasana akrab dan obrolan santai di antara orang-orang Aceh telah memainkan peran tak terduga dalam merajut perdamaian di Aceh. Tidak disangka, tokoh di balik inisiatif ini adalah Farid Husain, seorang troubleshooter yang memiliki tugas penting dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jusuf Kalla.
Sejak pertengahan tahun 2003, Farid Husain secara rutin mengunjungi warung pagi-sore ini. Tugasnya adalah menjalin kontak tak resmi dengan tokoh-tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebuah langkah awal yang membuka jalan bagi upaya perdamaian. Namun, kunjungan-kunjungan ini bukan semata tentang sarapan pagi dan obrolan ringan. Farid Husain melakukan pendekatan mendalam, mencoba memahami cara berpikir orang Aceh, dan mengumpulkan informasi penting terkait solusi untuk perdamaian di Aceh.
Memoar yang ditulis oleh Farid Husain menyoroti perjalanan penuh tantangan ini. Ia mengungkapkan pengalaman berharga sebagai seorang troubleshooter yang bekerja di balik layar. Informasi yang diperoleh dari obrolan di warung pagi-sore membantu Farid untuk menggambarkan peta kekuatan GAM dengan lebih akurat. Hal ini menjadi kunci untuk memilih tokoh-tokoh yang tepat untuk diajak berbicara, termasuk Mahyudin, seorang tokoh kunci yang memegang peran penting dalam membuka jalan komunikasi dengan para tokoh GAM.
Tidak hanya itu, perjalanan Farid tak hanya berhenti di Jakarta. Dengan penugasan dari Jusuf Kalla, ia menjelajahi hutan dan bahkan berkelana ke mancanegara untuk bertemu dengan para tokoh GAM. Ceritanya mengungkapkan petualangan yang penuh tantangan, di mana ia menghadapi situasi yang tak terduga demi mencapai tujuan perdamaian.
Farid Husain, yang pada awalnya adalah seorang dokter dan memegang jabatan penting di Departemen Kesehatan, merangkap sebagai pejuang perdamaian yang berdedikasi. Memoarnya mengungkapkan sisi tak terduga dari perjalanan ini, menyoroti latar belakang keberhasilan perdamaian dengan GAM yang jarang terungkap.
Dalam buku yang ditulis dengan jelas dan penuh semangat, Farid Husain membawa pembaca melalui perjalanan panjangnya yang penuh dengan liku-liku. Dari warung pagi-sore yang sederhana hingga perjumpaan dengan tokoh-tokoh GAM yang penting, ceritanya memancarkan inspirasi tentang tekad dan kerja keras dalam meraih perdamaian yang didambakan. Dengan kata-kata yang tulus, "To See the Unseen: Kisah di Balik Damai di Aceh" mengajarkan kita tentang pentingnya pemahaman, komunikasi, dan tekad dalam merajut perdamaian, bahkan dari tempat yang tak terduga.